Rabu, 14 Maret 2012

Halal dan Haram dalam Islam Bagian III

Halal dan Haram dalam Islam Bagian III

2.3.9 Gambar yang Terhina adalah Halal

Setiap perubahan dalam masalah gambar yang tidak mungkin diagung-agungkan sampai kepada yang paling hina, dapat pindah dari lingkungan makruh kepada lingkungan halal. Dalam hal ini ada sebuah hadis yang menerangkan, bahwa Jibril a.s. pernah minta izin kepada Nabi untuk masuk rumahnya, kemudian kata Nabi kepada Jibril:
“Masuklah! Tetapi Jibril menjawab: Bagaimana saya masuk, sedang di dalam rumahmu itu ada korden yang penuh gambar! Tetapi kalau kamu tetap akan memakainya, maka putuskanlah kepalanya atau potonglah untuk dibuat bantal atau buatlah tikar.” (Riwayat Nasa’i Ban Ibnu Hibban)
Oleh karena itulah ketika Aisyah melihat ada tanda kemarahan dalam wajah Nabi karena ada korden yang banyak gambarnya itu, maka korden tersebut dipotong dan dipakai dua sandaran, karena gambar tersebut sudah terhina dan jauh daripada menyamai gambar-gambar yang diagung-agungkan.
Beberapa ulama salaf pun ada yang memakai gambar yang terhina itu, dan mereka menganggap bukan suatu dosa. Misalnya Urwah, dia bersandar pada sandaran yang ada gambarnya, di antaranya gambar burung dan orang lakilaki. Kemudian Ikrimah berkata: Mereka itu memakruhkan gambar yang didirikan (patung) sedang yang diinjak kaki, misalnya di lantai, bantal dan sebagainya, mereka menganggap tidak apa-apa.

2.3.10 Photografi

Satu hal yang tidak diragukan lagi, bahwa semua persoalan gambar dan menggambar, yang dimaksud ialah gambar-gambar yang dipahat atau dilukis, seperti yang telah kami sebutkan di alas.
Adapun masalah gambar yang diambil dengan menggunakan sinar matahari atau yang kini dikenal dengan nama fotografi, maka ini adalah masalah baru yang belum pernah terjadi di zaman Rasulullah s.a.w. dan ulama-ulama salaf. Oleh karena itu apakah hal ini dapat dipersamakan dangan hadis-hadis yang membicarakan masalah melukis dan pelukisnya seperti tersebut di atas?
Orang-orang yang berpendirian, bahwa haramnya gambar itu terbatas pada yang berjasad (patung), maka foto bagi mereka bukan apa-apa, lebih-lebih kalau tidak sebadan penuh. Tetapi bagi orang yang berpendapat lain, apakah foto semacam ini dapat dikiaskan dengan gambar yang dilukis dengan menggunakan kuasa? Atau apakah barangkali illat (alasan) yang telah ditegaskan dalam hadis masalah pelukis, yaitu diharamkannya melukis lantaran menandingi ciptaan Allah –tidak dapat diterapkan pada fotografi ini? Sedang menurut ahli-ahli usul-fiqih kalau illatnya itu tidak ada, yang dihukum pun (ma’lulnya) tidak ada.
Jelasnya persoalan ini adalah seperti apa yang pernah difatwakan oleh Syekh Muhammad Bakhit, Mufti Mesir: “Bahwa fotografi itu adalah merupakan penahanan bayangan dengan suatu alat yang telah dikenal oleh ahli-ahli teknik (tustel). Cara semacam ini sedikitpun tidak ada larangannya.
Karena larangan menggambar, yaitu mengadakan gambar yang semula tidak ada dan belum dibuat sebelumnya yang bisa menandingi (makhluk) ciptaan Allah. Sedang pengertian semacam ini tidak terdapat pada gambar yang diambil dengan alat (tustel).”31
Sekalipun ada sementara orang yang ketat sekali dalam persoalan gambar dengan segala macam bentuknya, dan menganggap makruh sampai pun terhadap fotografi, tetapi satu hal yang tidak diragukan lagi, bahwa mereka pun akan memberikan rukhshah terhadap hal-hal yang bersifat darurat karena sangat dibutuhkannya, atau karena suatu maslahat yang mengharuskan, misalnya kartu pendliduk, paspor, foto-foto yang dipakai alat penerangan yang di situ sedikitpun tidak ada tanda-tanda pengagungan. atau hal yang bersifat merusak aqidah. Foto dalam persoalan ini lebih dibutuhkan daripada melukis dalam pakaian-pakaian yang oleh Rasulullah sendiri sudah dikecualikannya.

2.3.11 Subjek Gambar

Yang sudah pasti, bahwa subjek gambar mempunyai pengaruh soal haram dan halalnya. Misalnya gambar yang subjeknya itu menyalahi aqidah dan syariat serta tata kesopanan agama, semua orang Islam mengharamkannya.
Oleh karena itu gambar-gambar perempuan telanjang, setengah telanjang, ditampakkannya bagian-bagian anggota khas wanita dan tempat-tempat yang membawa fitnah, dan digambar dalam tempat-tempat yang cukup membangkitkan syahwat dan menggairahkan kehidupan duniawi sebagaimana yang kita lihat di majalah-majalah, surat-surat khabar dan bioskop, semuanya itu tidak diragukan lagi tentang haramnya baik yang menggambar, yang menyiarkan ataupun yang memasangnya di rumah-rumah, kantor-kantor, toko-toko dan digantung di dinding-dinding. Termasuk juga haramnya kesengajaan untuk memperhatikan gambar-gambar tersebut.
Termasuk yang sama dengan ini ialah gambar-gambar orang kafir, orang zalim dan orang-orang fasik yang oleh orang Islam harus diberantas dan dibenci dengan semata-mata mencari keridhaan Allah. Setiap muslim tidak halal melukis atau menggambar pemimpin-pemimpin yang anti Tuhan, atau pemimpin yang menyekutukan Allah dengan sapi, api atau lainnya, misalnya orang-orang Yahudi, Nasrani yang ingkar akan kenabian Muhammad, atau pemimpin yang beragama Islam tetapi tidak mau berhukum dengan hukum Allah; atau orang-orang yang gemar menyiarkan kecabulan dan kerusakan dalam masyarakat seperti bintang-bintang film dan biduan-biduan.
Termasuk haram juga ialah gambar-gambar yang dapat dinilai sebagai menyekutukan Allah atau lambang-lambang sementara agama yang samasekali tidak diterima oleh Islam, gambar berhala, salib dan sebagainya.
Barangkali seperai dan bantal-bantal di zaman Nabi banyak yang memuat gambar-gambar semacam ini. Oleh karena itu dalam riwayat Bukhari diterangkan; bahwa Nabi tidak membiarkan salib di rumahnya, kecuali dipatahkan.
Ibnu Abbas meriwayatkan:
“Sesungguhnya Rasulullah s.a. w. pada waktu tahun penaklukan Makkah melihat palung-patung di dalam Baitullah, maka ia tidak mau masuk sehingga ia menyuruh, kemudian dihancurkan.” (Riwayat Bukhari).
Tidak diragukan lagi, bahwa patung-patung yang dimaksud adalah patung yang dapat dinilai sebagai berhala orang-orang musyrik Makkah dan lambang kesesatan mereka di zaman-zaman dahulu.
Ali bin Abu Talib juga berkata:
“Rasulullah s.a.w. dalam (melawat) suatu jenazah ia bersabda: Siapakah di kalangan kamu yang akan pergi ke Madinah, maka jangan biarkan di sana satupun berhala kecuali harus kamu hancurkan, dan jangan ada satupun kubur (yang bercungkup) melainkan harus kamu ratakan dia, dan jangan ada satupun gambar kecuali harus kamu hapus dia? Kemudian ada seorang laki-laki berkata: Saya! Ya, Rasulullah! Lantas ia memanggil penduduk Madinah, dan pergilah si laki-laki tersebut. Kemudian ia kembali dan berkata: Saya tidak akan membiarkan satupun berhala kecuali saya hancurkan dia, dan tidak akan ada satupun kuburan (yang bercungkup) kecuali saya ratakan dia dan tidak ada satupun gambar kecuali saya hapus dia. Kemudian Rasulullah bersabda: Barangsiapa kembali kepada salah satu dari yang tersebut maka sungguh ia telah kufur terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad s.a.w.” (Riwayat Ahmad; dan berkata Munziri: Isya Allah sanadnya baik)32
Barangkali tidak lain gambar-gambar/patung-patung yang diperintahkan Rasulullah s.a.w. untuk dihancurkan itu, melainkan karena patung-patung tersebut adalah lambang kemusyrikan jahiliah yang oleh Rasulullah sangat dihajatkan kota Madinah supaya bersih dari pengaruh-pengaruhnya. Justru itulah, kembali kepada hal-hal di atas berarti dinyatakan kufur terhadap ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad.

2.3.12 Kesimpulan Hukum Gambar dan Yang Menggambar

Dapat kami simpulkan hukum masalah gambar dan yang menggambar sebagai berikut:
  1. Macam-macam gambar yang sangat diharamkan ialah gambar-gambar yang disembah selain Allah, seperti Isa al-Masih dalam agama Kristen. Gambar seperti ini dapat membawa pelukisnya menjadi kufur, kalau dia lakukan hal itu dengan pengetahuan dan kesengajaan.
    Begitu juga pemahat-pemahat patung, dosanya akan sangat besar apabila dimaksudkan untuk diagung-agungkan dengan cara apapun. Termasuk juga terlibat dalam dosa, orang-orang yang bersekutu dalam hal tersebut.
  2. Termasuk dosa juga, orang-orang yang melukis sesuatu yang tidak disembah, tetapi bertujuan untuk menandingi ciptaan Allah. Yakni dia beranggapan, bahwa dia dapat mencipta jenis baru dan membuat seperti pembuatan Allah. Kalau begitu keadaannya dia bisa menjadi kufur. Dan ini tergantung kepada niat si pelukisnya itu sendiri.
  3. Di bawah lagi patung-patung yang tidak disembah, tetapi termasuk yang diagung-agungkan, seperti patung raja-raja, kepala negara, para pemimpin dan sebagainya yang dianggap keabadian mereka itu dengan didirikan monumen-monumen yang dibangun di lapangan-lapangan dan sebagainya. Dosanya sama saja, baik patung itu satu badan penuh atau setengah badan.
  4. Di bawahnya lagi ialah patung-patung binatang dengan tidak ada maksud untuk disucikan atau diagung-agungkan, dikecualikan patung mainan anak-anak dan yang tersebut dari bahan makanan seperti manisan dan sebagainya.
  5. Selanjutnya ialah gambar-gambar di pagan yang oleh pelukisnya atau pemiliknya sengaja diagung-agungkan seperti gambar para penguasa dan pemimpin, lebih-lebih kalau gambar-gambar itu dipancangkan dan digantung. Lebih kuat lagi haramnya apabila yang digambar itu orang-orang zalim, ahli-ahli fasik dan golongan anti Tuhan. Mengagungkan mereka ini berarti telah meruntuhkan Islam.
  6. Di bawah itu ialah gambar binatang-binatang dengan tidak ada maksud diagung-agungkan, tetapi dianggap suatu manifestasi pemborosan. Misalnya gambar gambar di dinding dan sebagainya. Ini hanya masuk yang dimakruhkan.
  7. Adapun gambar-gambar pemandangan, misalnya pohon-pohonan, korma, lautan, perahu, gunung dan sebagainya, maka ini tidak dosa samasekali baik si pelukisnya ataupun yang menyimpannya, selama gambar-gambar tersebut tidak melupakan ibadah dan tidak sampai kepada pemborosan. Kalau sampai demikian, hukumnya makruh.
  8. Adapun fotografi, pada prinsipnya mubah, selama tidak mengandung objek yang diharamkan, seperti disucikan oleh pemiliknya secara keagamaan atau disanjung-sanjung secara keduniaan. Lebih-lebih kalau yang disanjung-sanjung itu justru orang-orang kafir dan ahli-ahli fasik, misalnya golongan penyembah berhala, komunis dan seniman-seniman yang telah menyimpang.
  9. Terakhir, apabila patung dan gambar yang diharamkan itu bentuknya diuubah atau direndahkan (dalam bentuk gambar), maka dapat pindah dari lingkungan haram menjadi halal. Seperti gambar-gambar di lantai yang biasa diinjak oleh kaki dan sandal.

2.3.13 Memelihara Anjing Tanpa Ada Keperluan

Termasuk yang dilarang oleh Nabi ialah memelihara anjing di dalam rumah tanpa ada suatu keperluan.
Banyak kita ketahui, ada beberapa orang yang berlebih-lebihan dalam memberikan makan anjingnya, sedang kepada manusia mereka sangat pelit. Ada pula yang kita saksikan orang-orang yang tidak cukup membiayai anjingnya itu dengan hartanya untuk melatih anjing, bahkan seluruh hatinya dicurahkan kepada anjing itu, sedang dia acuh tak acuh terhadap kerabatnya dan melupakan tetangga dan saudaranya.
Adanya anjing dalam rumah seorang muslim memungkinkan terdapatnya najis pada bejana dan sebagainya karena jilatan anjing itu.
Dimana Rasulullah s.a.w. telah bersabda:
“Apabila anjing menjilat dalam bejana kamu, maka cucilah dia tujuh kali, salah satu di antaranya dengan tanah. ” (Riwayat Bukhari)
Sebagian ulama ada yang berpendapat, bahwa hikmah dilarangnya memelihara anjing di rumah ialah: Kalau anjing itu menyalak dapat menakutkan tetamu yang datang, bisa membuat lari orang-orang yang datang akan meminta dan dapat mengganggu orang yang sedang jalan.
Rasulullah s.a.w. pernah mengatakan:
“Malaikat Jibril datang kepadaku, kemudian ia berkata kepadaku sebagai berikut: Tadi malam saya datang kepadamu, tidak ada satupun yang menghalang-halangi aku untuk masuk kecuali karena di pintu rumahmu ada patung dan di dalamnya ada korden yang bergambar, dan di dalam rumah itu ada pula anjing. Oleh karena itu perintahkanlah supaya kepala patung itu dipotong untuk dijadikan seperti keadaan pohon dan perintahkanlah pula supaya korden itu dipotong untuk dijadikan dua bantal yang diduduki, dan diperintahkanlah anjing itu supaya dikeluarkan (Riwayat Abu Daud, Nasa’I, Tarmizi dan Ibnu Hibban)
Anjing yang dilarang dalam hadis ini hanyalah anjing yang dipelihara tanpa ada keperluan.

2.3.14 Memelihara Anjing Pemburu dan Penjaga, Hukumnya Mubah

Adapun anjing yang dipelihara karena ada kepentingan, misalnya untuk berburu, menjaga tanaman, menjaga binatang dan sebagainya dapat dikecualikan dari hukum ini. Sebab dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Muslim dan lain-lain, Rasulullah s.a.w. bersabda:
“Barangsiapa memelihara anjing, selain anjing pemburu atau penjaga tanaman dan binatang, maka pahalanya akan berkurang setiap hari satu qirat.” (Riwayat Jamaah)
Berdasar hadis tersebut, sebagian ahli fiqih berpendapat, bahwa larangan memelihara anjing itu hanya makruh, bukan haram, sebab kalau sesuatu yang haram samasekali tidak boleh diambil/dikerjakan baik pahalanya itu berkurang atau tidak.
Dilarangnya memelihara anjing dalam rumah, bukan berarti kita bersikap keras terhadap anjing atau kita diperintah untuk membunuhnya. Sebab Rasulullah s.a.w. bersabda:
“Andaikata anjing-anjing itu bukan umat seperti umat-umat yang lain, niscaya saya perintahkan untuk dibunuh.” (Riwayat Abu Daud dan Tarmizi)
Dengan hadis tersebut Nabi mengisyaratkan kepada suatu pengertian yang besar dan realita yang tinggi sekali nilainya seperti halnya yang ditegaskan juga oleh al-Quran:
“Tidak ada satupun binatang di bumi dan burung yang terbang dengan dua sayapnya, melainkan suatu umat seperti kamu juga.” (al-An’am: 38)
Rasulullah pernah juga mengkisahkan kepada para sahabatnya tentang seorang laki-laki yang menjumpai anjing di padang pasir, anjing itu menyalak-nyalak sambil makan debu karena kehausan. Lantas orang laki-laki tersebut menuju sebuah sumur dan melepas sepatunya kemudian dipenuhi air, lantas minumlah anjing tersebut dengan puas.
Setelah itu Nabi bersabda:
“Karena itu Allah berterimakasih kepada orang yang memberi pertolongan itu serta mengampuni dosanya.” (Riwayat Bukhari)

2.3.15 Pengetahuan Ilmu Modern Tentang Memelihara Anjing

Barangkali akan kita jumpai di tempat-tempat kita ini beberapa orang yang sedang asyik terhadap Barat, sehingga mereka menganggap Barat itu mempunyai kehalusan budi dan perikeimanusiaan yang tinggi serta menaruh kasih-sayang kepada semua binatang yang hidup. Mereka menganggapnya, bahwa Islam itu bersikap keras terhadap binatang yang dapat dipercaya, tunduk dan beramanat.
Kepada mereka ini akan kami bawakan suatu artikel ilmiah yang sangat berharga sekali, ditulis oleh seorang sarjana spesialis dari Jerman. Artikel tersebut menjelaskan betapa bahayanya yang akan ditimbulkan karena memelihara anjing. Ia mengatakan: “Bertambahnya musibah yang diderita umat manusia pada tahun terakhir yang disebabkan oleh anjing, memaksa kita untuk memperhatikan secara khusus tentang betapa bahaya yang nampak sekali yang disebabkan oleh anjing, lebih-lebih situasinya bukan terbatas karena memelihara itu ansich, tetapi sampai kepada bermain-main dan menciumi serta mengusap-usap anjing dengan tangan oleh anak-anak kecil dan orang-orang dewasa. Bahkan banyak sekali anjing-anjing itu menjilat bekas bekas makanan yang ada di piring orang tempat menyimpan makanan dan minuman manusia.”
Kebiasaan-kebiasaan jelek yang kami sebutkan di atas akan sangat bertentangan dengan perasaan yang sehat dan tidak mungkin dapat diterima oleh kesopanan manusia. Lebih lebih persoalan ini sangat kontradiksi dengan kebersihan dan kesehatan. Tetapi kami tidak akan membicarakan persoalan ini ditinjau dari segi tersebut, karena telah menyimpang dari pokok persoalan yang sedang dibahas dalam studi ilmiah ini. Biarlah itu kita serahkan kepada masalah pendidikan budi-pekarti dan pendidikan jiwa untuk menentukannya.
Di sini akan kita tinjau dari segi kesehatan –dan itulah yang kami anggap sangat urgen dalam pembahasan ini– sebab bahaya yang sangat mengancam kesehatan manusia dan kehidupannya yang disebabkan memelihara anjing tidak boleh dianggap remeh. Banyak orang yang terpaksa harus mengorbankan uang yang tidak sedikit karena digigit oleh anjing, apabila cacing pita anjing itu justru yang menyebabkan penyakit yang berkepanjangan. Bahkan tidak kurang juga penderita yang akhirnya menemui ajalnya.
Cacing ini bentuknya sangat kecil sekali, dan disebut cacing pita anjing. Cacing ini akan tampak pada diri manusia dalam bentuk jerawat. Cacing ini terdapat juga pada binatang-binatang lain terutama babi, tetapi pertumbuhannya tidak secepat cacing pita anjing. Terdapat juga pada anak-anak anjing hutan dan serigala, tetapi jarang ada pada kucing.
Cacing pita anjing ini berbeda sangat dengan cacing-cacing pita lainnya, dan sangat kecil sekali, sehingga hampir-hampir tidak dapat dilihat, dan tidak dikira dia itu hidup kecuali setelah beberapa tahun lamanya
Selanjutnya Dr. Graard Pentsmar menulis artikel tersebut berkata: Perkembangan tumbuhnya cacing pita anjing ini dalam ilmu hewan ada beberapa keanehan tersendiri, misalnya satu telur dapat menumbuhkan kepala-kepala casing pita yang banyak sekali dengan membawa bisul-bisul (jerawat) yang timbul karena cacing tersebut. Telur-telur ini akan memungkinkan untuk menumbuhkan jerawat-jerawat yang berbeda-beda pula. Demikianlah, bahwa kepala-kepala cacing yang ditumbuhkan karena bisul-bisul itu akan berubah menjadi cacing-cacing pita lagi yang dapat terbentuk dengan sempurna dan berkembang dalam usus-usus anjing.
Cacing-cacing ini tidak dapat tumbuh pada diri manusia dan hewan, melainkan berupa jerawat-jerawat dan bisul-bisul baru yang satu lama lain sangat berbeda dengan cacing pita itu sendiri. Bisul yang terdapat pada binatang tidak bisa lebih dari sebesar kepal, dan itupun sebenarnya sangat jarang sekali. Justru itu kalau diperhatikan, bahwa timbangan hati akan bisa bertambah yang kadang-kadang tambahnya itu mencapai 5 sampai 10 kali dari berat hati biasa. Tetapi bisul yang ada pada manusia bisa mencapai sebesar kepal tangan atau sebesar kepala anak kecil dan penuh dengan nanah yang beratnya 10 sampai 20 kati.
Kebanyakan bisul ini menyerang hati manusia dan akan nampak dalam bentuknya yang berbeda-beda, tetapi, kebanyakan kemudian pindah pada paru-paru, lengan, limpa dan anggota yang lain. Semua ini dapat berubah bentuk maupun keadaannya dengan perubahan yang besar sekali, sehingga dalam waktu relatif pendek sukar untuk dapat dibedakan dari yang biasa.
Walhasil, bahwa bisul ini kalau sampai timbul sangat mengancam kesehatan dan hidupnya si penderita dan berat untuk kita bisa mengetahui perkembangan sejarah hidupnya, membiaknya dan membentuknya. Sampai hari ini belum ada jalan untuk mengobatinya. Cuma kadang-kadang cacingcacing ini akan mati dengan sendirinya dan kadang-kadang justru bahan-bahan yang tidak dapat diterima oleh tubuh itu sendiri yang bekerja untuk membinasakan kuman-kuman tersebut. Menurut penyelidikan yang mutakhir, bahwa tubuh manusia yang dalam keadaan seperti ini justru menjadi bahan obat untuk melawan kuman tersebut serta mematikan bekerjanya racun.
Dan yang sangat menyedihkan, bahwa matinya cacing-cacing itu jarang sekali tidak meninggalkan pengaruh dan menimbulkan bahaya, dibandingkan dengan lainnya. Lebih-lebih cara untuk memberantas penyakit ini dengan jalan kimia tidak lagi berguna. Satu-satunya jalan ialah dengan operasi. Lama tidak dioperasi si penderita tidak akan dapat lolos dari mara-bahaya. Yakni pengobatan cara lain tidak lagi berguna.
Sebab-sebab ini semua, memaksa kita untuk berbuat cara-cara yang mungkin guna memberantas penyakit yang sangat berbahaya demi melindungi manusia dari bahaya yang datangnya misterius itu.
Prof. Dr. Nawalr dalam analisanya tentang bangkai di Jerman, mengatakan: Bahwa di Jerman penderitaan yang dialami oleh umat manusia yang disebabkan bisul cacing pita anjing tidak kurang dari 1% atau lebih. Sedang negara-negara lain yang diserang penyakit ini, yaitu di bagian selatan Nederland, Daimasia, Krim, Islandia, Tenggara Australia, propinsi Frisland di negeri Belanda dimana anjing-anjing selalu dipakai untuk menarik, maka penderitaan yang ditimbulkan karena cacing pita tidak kurang dari 12%. Sedang di Islandia sendiri antara 43% penduduk negara tersebut yang menderita karena bisul cacing pita.
Kalau kita sudah tahu betapa kerugian yang akan menimbulkan makanan manusia yang ditimbulkan oleh binatang yang membahayakan ini sampai kepada bahaya yang mengancam kesehatan manusia karena adanya cacing pita itu, maka tidak seorang pun yang akan menentang, bahwa menjauhkan binatang ini adalah termasuk salah satu keharusan, demi menjaga dan melindungi makanan rakyat. Lebih-lebih segi-segi yang mungkin dapat menyelamatkannya hingga kini masih sangat mengkawatirkan. Dari saat ke saat, wabah ini akan menular.
Jalan yang paling ampuh untuk memberantas wabah ini ialah kita harus bekerja dengan giat untuk mengurung cacing pita ini hanya pada anjing dan dijaga jangan sampai tersebar luas. Hal ini kita tempuh, justru kita tidak lagi mampu untuk melarang orang jangan memelihara anjing samasekali … Dan jangan dilupakan juga kita harus mengobati anjing itu sendiri, yaitu dengan jalan menghilangkan cacing pitanya yang terdapat dalam usus-ususnya itu. Caranya ialah mengoperasi anjing-anjing tersebut, dan ini telah biasa dilakukan terhadap anjing pelacak dan penjaga.
Dan demi menjaga kesehatan dan kelangsungan hidup manusia, dapat juga kiranya dijaga dengan teliti sekali, jangan bermain-main dan berdekat-dekat dengan anjing. Begitu pula anak-anak supaya tidak membiasakan bergaul dengan anjing, jangan biarkan tangannya dijilat anjing dan jangan diperkenankan anjing-anjing itu tinggal di tempat bermainnya anak-anak. Sebab sangat disesalkan, sering kita lihat ada beberapa anjing yang berkeliaran di tempat-tempat olahraga anak-anak.
Disamping itu harus disediakan pula bejana-bejana khusus untuk makanan anjing. Jangan dibiarkan anjing-anjing itu menjilat piring-piring yang biasa dipakai makan manusia. Jangan pula dibiarkan anjing-anjing itu keluar-masuk di kedai-kedai makanan, pasar-pasar umum, warung-warung dan sebagainya. Dan semua orang pun harus mengambil bagian khusus untuk menghindarkan anjing dari apa saja yang bersentuhan dengan makanan dan minuman manusia.
Dengan demikian, maka kita pun tahu betapa Nabi Muhammad melarang kita untuk bergaul dengan anjing dan memperingatkan kita jangan sampai bejana-bejana kita itu dijilat oleh anjing serta melarang memelihara anjing, kecuali karena diperlukan. Betapa pula sesuainya ajaran Muhammad dengan pengetahuan modern dan ilmu kedokteran yang mutakhir!
Dalam hal ini kami tidak akan memperpanjang perkataan, kiranya cukup apa yang dikatakan al-Quran:
“Muhammad tidak berbicara yang keluar dari hawa nafsunya. Tidak lain yang dikatakan itu melainkan wahyu yang diwahyukan.” (an-Najm: 3-4)

2.4 Bekerja dan Usaha

FIRMAN Allah:
“Dialah zat yang menjadikan bumi ini mudah buat kamu. Oleh karena itu berjalanlah di permukaannya dan makanlah dari rezekinya.” (al-Mulk: 15)
Ayat ini merupakan mabda’ (prinsip) Islam. Bumi ini oleh Allah diserahkan kepada manusia dan dimudahkannya. Justru itu manusia harus memanfaatkan nikmat yang baik ini serta berusaha di seluruh seginya untuk mencari anugerah Allah itu.

2.4.1 Diamnya Orang yang Mampu Bekerja adalah Haram

Setiap muslim tidak halal bermalas-malas bekerja untuk mencari rezeki dengan dalih karena sibuk beribadah atau tawakkal kepada Allah, sebab langit ini tidak akan mencurahkan hujan emas dan perak.
Tidak halal juga seorang muslim hanya menggantungkan dirinya kepada sedekah orang, padahal dia masih mampu berusaha untuk memenuhi kepentingan dirinya sendiri dan keluarga serta tanggungannya. Untuk itu Rasulullah s.a.w. bersabda:
“Sedekah tidak halal buat orang kaya dan orang yang masih mempunyai kekuatan dengan sempurna.” (Riwayat Tarmizi)
Dan yang sangat ditentang oleh Nabi serta diharamkannya terhadap diri seorang muslim, yaitu meminta-minta kepada orang lain dengan mencucurkan keringatnya. Hal mana dapat menurunkan harga diri dan karamahnya padahal dia bukan terpaksa harus minta-minta.
Kepada orang yang suka minta-minta padahal tidak begitu memerlukan, Rasulullah s.a.w. pernah bersabda sebagai berikut:
“Orang yang minta-minta padahal tidak begitu memerlukan, sama halnya dengan orang yang memungut bara api.” (Riwayat Baihaqi dan Ibnu Khuzaimah dalam sahihnya)
Dan sabdanya pula:
“Barangsiapa meminta-minta pada orang lain untuk menambah kekayaan hartanya tanpa sesuatu yang menghajatkan, maka berarti dia menampar mukanya sampai hari kiamat, dan batu dari neraka yang membara itu dimakannya. Oleh karena itu siapa yang mau, persedikitlah dan siapa yang mau berbanyaklah.” (Riwayat Tarmizi)
Dan sabdanya pula:
“Senantiasa minta-minta itu dilakukan oleh seseorang di antara kamu, sehingga dia akan bertemu Allah, dan tidak ada di mukanya sepotong daging.” (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Suara yang keras ini dicanangkan oleh Rasulullah, demi melindungi harga diri seorang muslim dan supaya seorang muslim membiasakan hidup yang suci serta percaya pada diri sendiri dan jauh dari menggantungkan diri pada orang lain.

2.4.2 Bilakah Minta-Minta Itu Diperkenankan?

Namun Rasulullah s.a.w. masih juga memberikan suatu pembatas justru karena ada suatu kepentingan yang mendesak. Oleh karena itu barangsiapa sangat memerlukan untuk meminta-minta atau mohon bantuan dari pemerintah dan juga kepada perorangan, maka waktu itu tidaklah dia berdoa untuk mengajukan permintaan.
Karena ada sabda Nabi:
“Sesungguhnya meminta-minta itu sama dengan luka-luka, yang dengan meminta-minta itu berarti seseorang melukai mukanya sendiri, oleh karena itu barangsiapa mau tetapkanlah luka itu pada mukanya, dan barangsiapa mau tinggalkanlah, kecuali meminta kepada sultan atau meminta untuk suatu urusan yang tidak didapat dengan jalan lain.” (Riwayat Abu, Daud dan Nasa’i)
Qabishah bin al-Mukhariq berkata:
“Saya menanggung suatu beban yang berat, kemudian saya datang kepada Nabi untuk meminta-minta, maka jawab Nabi: Tinggallah di sini sehingga ada sedekah datang kepada saya, maka akan saya perintahkan sedekah itu untuk diberikan kepadamu. Lantas ia pun berkata: Hai Qabishah! Sesungguhnya minta-minta itu tidak halal, melainkan bagi salah satu dari tiga orang: (1) Seorang laki-laki yang menanggung beban yang berat, maka halallah baginya meminta-minta sehingga dia dapat mengatasinya kemudian sesudah itu dia berhenti. (2) Seorang laki-laki yang ditimpa suatu bahaya yang membinasakan hartanya, maka halallah baginya meminta-minta sehingga dia mendapatkan suatu standard untuk hidup. (3) Seorang laki-laki yang ditimpa suatu kemiskinan sehingga ada tiga dari orang-orang pandai dari kaumnya mengatakan: Sungguh si anu itu ditimpa suatu kemiskinan, maka halallah baginya meminta-minta sehingga dia mendapatkan suatu standard hidup. Selain itu, meminta-minta hai Qabishah, adalah haram, yang melakukannya berarti makan barang haram.” (Riwayat Muslim, Abu Daud dan Nasa’i)

2.4.3 Jaga Harga Diri dengan Bekerja

Nabi menghapuskan semua fikiran yang menganggap hina terhadap orang yang bekerja, bahkan beliau mengajar sahabat-sahabatnya untuk menjaga harga diri dengan bekerja apapun yang mungkin, serta dipandang rendah orang yang hanya menggantungkan dirinya kepada bantuan orang lain.
Maka sabda Nabi:
“Sungguh seseorang yang membawa tali, kemudian ia membawa seikat kayu di punggungnya lantas dijualnya, maka dengan itu Allah menjaga dirinya, adalah lebih baik daripada meminta-minta kepada orang lain, baik mereka yang diminta itu memberi atau menolaknya.” (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Untuk itu setiap muslim dibolehkan bekerja, baik dengan jalan bercocok-tanam, berdagang, mendirikan pabrik, pekerjaan apapun atau menjadi pegawai, selama pekerjaan-pekerjaan tersebut tidak dilakukan dengan jalan haram, atau membantu perbuatan haram atau bersekutu dengan haram.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar